Oleh : Garin Nugroho
(Chief Program Officer GIK UGM)

Ketika kapal uap ditemukan, baja-baja besar kemudian tercipta begitu mudahnya, semudah membuat roti. Layaknya istilah yang ditulis oleh Pramoedya ‘sekrup-sekrup yang menggerakkan zaman’, migrasi manusia lewat kapal kapal uap telah berhasil mengubah dunia hingga terlahir revolusi industri 1.0 . 

Dari situ kota-kota berdiri, seiring pabrik-pabrik yang menjamur di pelosok Nusantara. Hal ini juga diiringi dengan munculnya ruang-ruang publik, hiburan dan seni yang menjadi tuntutan baru gaya hidup untuk mengisi waktu  senggang, relaksasi dan jendela untuk membaca dunia, baik bagi buruh, masyarakat, diva hingga elit politik serta para serdadu.

Pada saat yang sama, institusi ilmu pengetahuan bermunculan menyambut peta baru dunia. Ruang-ruang pengenalan sains – estetika – teknologi serta industri kreatif kemudian bermunculan menyambut era industri 1.0.

Ruang publik terus bermigrasi dengan beragam wajah, bertumbuh sesuai zaman seiring revolusi 1.0, 2.0, 3.0 hingga sekarang, melalui berbagai penemuan seperti listrik, satelit hingga teknologi digital. Maka kemudian timbul seloroh : “Jika dahulu para pengelana membawa buku dan senjata serta ransum, kini, anak-anak muda menjelma menjadi ‘digital nomad’ yang berkelana dengan smartphone.”

Dengan kata lain, sains – estetika – teknologi dan nilai humaniora mengalami pengelanaan alias migrasi terus menerus, sehingga memerlukan ruang-ruang publik baru sebagai oasis pertemuan manusia dengan perkembangan zamannya.

Para penjaga peradaban pernah berujar bahwa salah satu cara membaca adab sebuah kota hingga bangsa-bangsa adalah melihat kualitas ruang publiknya dengan berbagai jenis ruang dan aktivitasnya. GIK (Gelanggang Inovasi dan Kreativitas) UGM adalah ruang publik baru, sebuah ruang publik dalam sebuah relasi Jogja sebagai kota budaya serta di bawah Universitas Gadjah Mada sebagai kampus terbesar dan tertua di Indonesia.

Sebagai sebuah ruang publik, GIK UGM adalah oase sains – estetika – teknologi dan humaniora dalam industri kreatif 4.0 – 5.0. GIK akan senantiasa menghadapi tuntutan zamannya, dituntut  menjadi pengelanaan para digital nomad yang hingga kini bertumbuh lebih dari 60% jumlah penduduk Indonesia. Para pengelana sains – estetika – teknologi ini adalah para anak muda usia produktif 16-38 tahun yang membutuhkan ruang publik yang mampu menjadi kapal-kapal baru perjalanan mereka, sebuah perjalanan yang bisa dibaca sejak kapal uap melewati Samudra Hindia menuju pelosok Nusantara di era 1.0.

Sejarah membawa adab. Jawaban terhadap sejarah akan membawa peta manusia untuk terus menjaga adab. GIK UGM adalah salah satu jawaban sejarah melalui perwujudan kualitas ruang publik di negeri ini.