Pameran Seni Anak Autis di GIK UGM 2025 Tampilkan Bakat Hebat

Dua pengunjung mengamati karya seni anak autis yang dipamerkan di GIK UGM dalam acara “I’M POSSIBLE – Ekspresikan Dirimu” tahun 2025.

     Yogyakarta, 22 Mei 2025 — Suasana hangat dan penuh warna menyelimuti GIK UGM di hari terakhir acara “I’M POSSIBLE – Ekspresikan Dirimu”. Acara ini adalah sebuah inisiatif inklusif dan humanis yang merupakan bagian dari Inclusive Program for Expressive Development (IPED), yang dirancang sebagai ruang alternatif ekspresi diri bagi komunitas autistik melalui medium seni. (SDG 10: Berkurangnya Kesenjangan)

     Selama sepekan penuh, mulai tanggal 17 hingga 23 Mei 2025, GIK UGM menjadi tuan rumah dari serangkaian kegiatan seni yang tidak hanya menampilkan karya visual, tetapi juga menghadirkan ruang interaktif, edukatif, dan inspiratif bagi masyarakat luas. Acara ini dibuka oleh Prof. Dr. M. Baiquni, M.A. selaku Guru Besar Fakultas Geografi UGM dengan didampingi oleh Alfatika Aunuriella Dini, Ph.D selaku Direktur Utama GIK UGM. (SDG 4: Pendidikan Berkualitas)

Bu Alfatika (Direktur GIK UGM) tersenyum dan membentuk simbol hati dengan tangan di depan kanvas lukisan saat sesi live painting dalam rangkaian acara IPED di GIK UGM.

     “I’M POSSIBLE – Ekspresikan Dirimu” bukan sekadar pameran seni. Ia adalah pernyataan kolektif bahwa setiap individu, apapun latar belakang dan kondisinya, memiliki kapasitas untuk berkarya dan berkontribusi. Sebanyak 43 seniman autistik asal Yogyakarta berpartisipasi dalam pameran ini, masing-masing menghadirkan karya yang sarat emosi, warna, dan narasi personal. Lukisan-lukisan yang terpajang tidak hanya memukau secara visual, namun juga membuka ruang bagi penonton untuk menyelami perspektif dunia yang berbeda—lebih jujur, lebih apa adanya, dan sering kali lebih puitis. (SDG 10: Berkurangnya Kesenjangan)

     Kegiatan seni ini diperkuat dengan berbagai agenda pendukung, seperti live painting yang memungkinkan pengunjung menyaksikan langsung proses kreatif para seniman dan workshop interaktif yang digelar untuk mempertemukan publik dengan metode-metode terapi seni yang biasa diterapkan dalam pendekatan inklusif. Pada 19 Mei, sebuah talkshow bertajuk “Perspektif Psikologi dalam Art Therapy bagi Autistik” digelar dengan sangat apik untuk memperdalam pemahaman tentang seni sebagai media terapeutik, dengan narasumber dari kalangan psikolog dan terapis seni. (SDG 3: Kehidupan Sehat dan Sejahtera) (SDG 4: Pendidikan Berkualitas)

     Puncak kegiatan akan berlangsung pada 21 dan 22 Mei melalui Gebyar Kegiatan Seni, di mana pertunjukan musik, tari, dan ekspresi kreatif lainnya dari komunitas inklusi akan mengambil panggung utama. Seluruh rangkaian acara dirancang bukan hanya sebagai tontonan, tetapi sebagai ajakan untuk merayakan keberagaman, menghargai proses, dan membuka dialog sosial yang lebih setara. (SDG 10: Berkurangnya Kesenjangan)

Pengunjung dan seniman berdialog di tengah keramaian pengunjung pameran seni autistik di GIK UGM, merayakan keberagaman ekspresi.

     Di tengah masih minimnya ruang publik yang ramah terhadap kelompok disabilitas, terutama autisme, IPED hadir sebagai oase. Kehadiran acara ini menunjukkan bagaimana seni bisa menjadi jembatan empati yang mempertemukan berbagai dunia. Seni membebaskan dari batasan kata-kata, memberi ruang untuk bicara melalui warna, gerak, dan bunyi. Di sinilah GIK UGM memainkan peran strategis: menjadi rumah bagi keberagaman ekspresi, laboratorium sosial bagi masa depan inklusif, sekaligus simbol bahwa inovasi tak selalu bersifat teknologis—tetapi juga bisa hadir dalam bentuk keberpihakan terhadap nilai kemanusiaan. (SDG 10: Berkurangnya Kesenjangan) (SDG 16: Perdamaian, Keadilan, dan Kelembagaan yang Tangguh)

     Program IPED merupakan hasil kolaborasi antara GIK UGM, Autisma Indonesia, Fakultas Psikologi UGM, serta dukungan dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA). Kolaborasi ini memperkuat semangat bahwa inklusi bukanlah pekerjaan satu pihak, melainkan gerakan bersama yang memerlukan peran semua lini masyarakat. (SDG 17: Kemitraan untuk Mencapai Tujuan)

     Di tengah dinamika zaman yang serba cepat dan kompetitif, I’M POSSIBLE mengingatkan kita bahwa merayakan perbedaan adalah kekuatan. Bahwa ekspresi diri adalah hak semua orang. Dan bahwa kreativitas selalu mungkin lahir dari tempat-tempat yang tidak kita duga—termasuk dari ruang batin para seniman autistik yang kini berdiri gagah di ruang pameran GIK UGM. (SDG 10: Berkurangnya Kesenjangan)

Pameran Seni Anak Autis di GIK UGM 2025 Tampilkan Bakat Hebat

Dua pengunjung mengamati karya seni anak autis yang dipamerkan di GIK UGM dalam acara “I’M POSSIBLE – Ekspresikan Dirimu” tahun 2025.

     Yogyakarta, 22 Mei 2025 — Suasana hangat dan penuh warna menyelimuti GIK UGM di hari terakhir acara “I’M POSSIBLE – Ekspresikan Dirimu”. Acara ini adalah sebuah inisiatif inklusif dan humanis yang merupakan bagian dari Inclusive Program for Expressive Development (IPED), yang dirancang sebagai ruang alternatif ekspresi diri bagi komunitas autistik melalui medium seni. (SDG 10: Berkurangnya Kesenjangan)

     Selama sepekan penuh, mulai tanggal 17 hingga 23 Mei 2025, GIK UGM menjadi tuan rumah dari serangkaian kegiatan seni yang tidak hanya menampilkan karya visual, tetapi juga menghadirkan ruang interaktif, edukatif, dan inspiratif bagi masyarakat luas. Acara ini dibuka oleh Prof. Dr. M. Baiquni, M.A. selaku Guru Besar Fakultas Geografi UGM dengan didampingi oleh Alfatika Aunuriella Dini, Ph.D selaku Direktur Utama GIK UGM. (SDG 4: Pendidikan Berkualitas)

Bu Alfatika (Direktur GIK UGM) tersenyum dan membentuk simbol hati dengan tangan di depan kanvas lukisan saat sesi live painting dalam rangkaian acara IPED di GIK UGM.

     “I’M POSSIBLE – Ekspresikan Dirimu” bukan sekadar pameran seni. Ia adalah pernyataan kolektif bahwa setiap individu, apapun latar belakang dan kondisinya, memiliki kapasitas untuk berkarya dan berkontribusi. Sebanyak 43 seniman autistik asal Yogyakarta berpartisipasi dalam pameran ini, masing-masing menghadirkan karya yang sarat emosi, warna, dan narasi personal. Lukisan-lukisan yang terpajang tidak hanya memukau secara visual, namun juga membuka ruang bagi penonton untuk menyelami perspektif dunia yang berbeda—lebih jujur, lebih apa adanya, dan sering kali lebih puitis. (SDG 10: Berkurangnya Kesenjangan)

     Kegiatan seni ini diperkuat dengan berbagai agenda pendukung, seperti live painting yang memungkinkan pengunjung menyaksikan langsung proses kreatif para seniman dan workshop interaktif yang digelar untuk mempertemukan publik dengan metode-metode terapi seni yang biasa diterapkan dalam pendekatan inklusif. Pada 19 Mei, sebuah talkshow bertajuk “Perspektif Psikologi dalam Art Therapy bagi Autistik” digelar dengan sangat apik untuk memperdalam pemahaman tentang seni sebagai media terapeutik, dengan narasumber dari kalangan psikolog dan terapis seni. (SDG 3: Kehidupan Sehat dan Sejahtera) (SDG 4: Pendidikan Berkualitas)

     Puncak kegiatan akan berlangsung pada 21 dan 22 Mei melalui Gebyar Kegiatan Seni, di mana pertunjukan musik, tari, dan ekspresi kreatif lainnya dari komunitas inklusi akan mengambil panggung utama. Seluruh rangkaian acara dirancang bukan hanya sebagai tontonan, tetapi sebagai ajakan untuk merayakan keberagaman, menghargai proses, dan membuka dialog sosial yang lebih setara. (SDG 10: Berkurangnya Kesenjangan)

Pengunjung dan seniman berdialog di tengah keramaian pengunjung pameran seni autistik di GIK UGM, merayakan keberagaman ekspresi.

     Di tengah masih minimnya ruang publik yang ramah terhadap kelompok disabilitas, terutama autisme, IPED hadir sebagai oase. Kehadiran acara ini menunjukkan bagaimana seni bisa menjadi jembatan empati yang mempertemukan berbagai dunia. Seni membebaskan dari batasan kata-kata, memberi ruang untuk bicara melalui warna, gerak, dan bunyi. Di sinilah GIK UGM memainkan peran strategis: menjadi rumah bagi keberagaman ekspresi, laboratorium sosial bagi masa depan inklusif, sekaligus simbol bahwa inovasi tak selalu bersifat teknologis—tetapi juga bisa hadir dalam bentuk keberpihakan terhadap nilai kemanusiaan. (SDG 10: Berkurangnya Kesenjangan) (SDG 16: Perdamaian, Keadilan, dan Kelembagaan yang Tangguh)

     Program IPED merupakan hasil kolaborasi antara GIK UGM, Autisma Indonesia, Fakultas Psikologi UGM, serta dukungan dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA). Kolaborasi ini memperkuat semangat bahwa inklusi bukanlah pekerjaan satu pihak, melainkan gerakan bersama yang memerlukan peran semua lini masyarakat. (SDG 17: Kemitraan untuk Mencapai Tujuan)

     Di tengah dinamika zaman yang serba cepat dan kompetitif, I’M POSSIBLE mengingatkan kita bahwa merayakan perbedaan adalah kekuatan. Bahwa ekspresi diri adalah hak semua orang. Dan bahwa kreativitas selalu mungkin lahir dari tempat-tempat yang tidak kita duga—termasuk dari ruang batin para seniman autistik yang kini berdiri gagah di ruang pameran GIK UGM. (SDG 10: Berkurangnya Kesenjangan)

Pameran Seni Anak Autis di GIK UGM 2025 Tampilkan Bakat Hebat

Dua pengunjung mengamati karya seni anak autis yang dipamerkan di GIK UGM dalam acara “I’M POSSIBLE – Ekspresikan Dirimu” tahun 2025.

     Yogyakarta, 22 Mei 2025 — Suasana hangat dan penuh warna menyelimuti GIK UGM di hari terakhir acara “I’M POSSIBLE – Ekspresikan Dirimu”. Acara ini adalah sebuah inisiatif inklusif dan humanis yang merupakan bagian dari Inclusive Program for Expressive Development (IPED), yang dirancang sebagai ruang alternatif ekspresi diri bagi komunitas autistik melalui medium seni. (SDG 10: Berkurangnya Kesenjangan)

     Selama sepekan penuh, mulai tanggal 17 hingga 23 Mei 2025, GIK UGM menjadi tuan rumah dari serangkaian kegiatan seni yang tidak hanya menampilkan karya visual, tetapi juga menghadirkan ruang interaktif, edukatif, dan inspiratif bagi masyarakat luas. Acara ini dibuka oleh Prof. Dr. M. Baiquni, M.A. selaku Guru Besar Fakultas Geografi UGM dengan didampingi oleh Alfatika Aunuriella Dini, Ph.D selaku Direktur Utama GIK UGM. (SDG 4: Pendidikan Berkualitas)

Bu Alfatika (Direktur GIK UGM) tersenyum dan membentuk simbol hati dengan tangan di depan kanvas lukisan saat sesi live painting dalam rangkaian acara IPED di GIK UGM.

     “I’M POSSIBLE – Ekspresikan Dirimu” bukan sekadar pameran seni. Ia adalah pernyataan kolektif bahwa setiap individu, apapun latar belakang dan kondisinya, memiliki kapasitas untuk berkarya dan berkontribusi. Sebanyak 43 seniman autistik asal Yogyakarta berpartisipasi dalam pameran ini, masing-masing menghadirkan karya yang sarat emosi, warna, dan narasi personal. Lukisan-lukisan yang terpajang tidak hanya memukau secara visual, namun juga membuka ruang bagi penonton untuk menyelami perspektif dunia yang berbeda—lebih jujur, lebih apa adanya, dan sering kali lebih puitis. (SDG 10: Berkurangnya Kesenjangan)

     Kegiatan seni ini diperkuat dengan berbagai agenda pendukung, seperti live painting yang memungkinkan pengunjung menyaksikan langsung proses kreatif para seniman dan workshop interaktif yang digelar untuk mempertemukan publik dengan metode-metode terapi seni yang biasa diterapkan dalam pendekatan inklusif. Pada 19 Mei, sebuah talkshow bertajuk “Perspektif Psikologi dalam Art Therapy bagi Autistik” digelar dengan sangat apik untuk memperdalam pemahaman tentang seni sebagai media terapeutik, dengan narasumber dari kalangan psikolog dan terapis seni. (SDG 3: Kehidupan Sehat dan Sejahtera) (SDG 4: Pendidikan Berkualitas)

     Puncak kegiatan akan berlangsung pada 21 dan 22 Mei melalui Gebyar Kegiatan Seni, di mana pertunjukan musik, tari, dan ekspresi kreatif lainnya dari komunitas inklusi akan mengambil panggung utama. Seluruh rangkaian acara dirancang bukan hanya sebagai tontonan, tetapi sebagai ajakan untuk merayakan keberagaman, menghargai proses, dan membuka dialog sosial yang lebih setara. (SDG 10: Berkurangnya Kesenjangan)

Pengunjung dan seniman berdialog di tengah keramaian pengunjung pameran seni autistik di GIK UGM, merayakan keberagaman ekspresi.

     Di tengah masih minimnya ruang publik yang ramah terhadap kelompok disabilitas, terutama autisme, IPED hadir sebagai oase. Kehadiran acara ini menunjukkan bagaimana seni bisa menjadi jembatan empati yang mempertemukan berbagai dunia. Seni membebaskan dari batasan kata-kata, memberi ruang untuk bicara melalui warna, gerak, dan bunyi. Di sinilah GIK UGM memainkan peran strategis: menjadi rumah bagi keberagaman ekspresi, laboratorium sosial bagi masa depan inklusif, sekaligus simbol bahwa inovasi tak selalu bersifat teknologis—tetapi juga bisa hadir dalam bentuk keberpihakan terhadap nilai kemanusiaan. (SDG 10: Berkurangnya Kesenjangan) (SDG 16: Perdamaian, Keadilan, dan Kelembagaan yang Tangguh)

     Program IPED merupakan hasil kolaborasi antara GIK UGM, Autisma Indonesia, Fakultas Psikologi UGM, serta dukungan dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA). Kolaborasi ini memperkuat semangat bahwa inklusi bukanlah pekerjaan satu pihak, melainkan gerakan bersama yang memerlukan peran semua lini masyarakat. (SDG 17: Kemitraan untuk Mencapai Tujuan)

     Di tengah dinamika zaman yang serba cepat dan kompetitif, I’M POSSIBLE mengingatkan kita bahwa merayakan perbedaan adalah kekuatan. Bahwa ekspresi diri adalah hak semua orang. Dan bahwa kreativitas selalu mungkin lahir dari tempat-tempat yang tidak kita duga—termasuk dari ruang batin para seniman autistik yang kini berdiri gagah di ruang pameran GIK UGM. (SDG 10: Berkurangnya Kesenjangan)

2025 GIK UGM All rights reserved

2025 GIK UGM All rights reserved

2025 GIK UGM All rights reserved