🌱 Menyatukan Langkah Menyelamatkan Tanah: Kolaborasi UGM dan Gerakan Save Soil

   Tanah bukan sekadar pijakan; ia adalah sumber kehidupan, fondasi bagi sistem pangan, air, dan hutan kita. Namun, dalam dekade terakhir, dunia menyaksikan kerusakan tanah yang semakin masif. Di tengah situasi ini, Universitas Gadjah Mada (UGM) dan gerakan global Save Soil menjalin kolaborasi penting yang mempertemukan ilmu pengetahuan, advokasi, dan gerakan sosial dalam satu panggung aksi nyata.
   Gerakan Save Soil, yang dipelopori oleh tokoh spiritual sekaligus aktivis lingkungan dunia, Sadhguru, bertujuan mengatasi krisis degradasi tanah global dengan menekankan pentingnya meningkatkan kandungan bahan organik dalam tanah minimal 3–6%. Inisiatif ini tidak hanya berbicara tentang pertanian, melainkan menyentuh jantung isu ketahanan pangan, kesehatan manusia, dan mitigasi perubahan iklim.
   Sebagai wujud keterlibatannya dalam misi ini, UGM mengambil peran strategis lewat kolaborasi dalam program “Save Soil Movement – Sahil Cycling Across 4 Continents”. Dalam acara yang digelar di kampus UGM pada 13 Juni 2025, atmosfer kampus disulap menjadi ruang interaksi antara akademisi, aktivis, dan masyarakat, bersatu demi satu tujuan: menyelamatkan tanah.
   Sosok sentral dalam kampanye ini adalah Sahil Jha, aktivis muda yang mengayuh sepedanya sejauh lebih dari 20.000 km melintasi empat benua untuk menyuarakan krisis tanah. Ketika tiba di UGM, Sahil yang kini berusia 19 tahun menyampaikan kisahnya yang menggetarkan. “Saya memulai perjalanan ini saat saya masih 16 tahun, karena belum punya SIM motor. Tapi sekarang, walaupun sudah bisa naik motor, saya tetap memilih sepeda. Karena dengan bersepeda, saya bisa lebih menyentuh hati orang-orang dan menginspirasi mereka,” ungkapnya dengan semangat yang membara.
   Indonesia adalah negara keempat dalam perjalanannya setelah India, Australia, dan Selandia Baru. Alasannya memilih Indonesia pun tak sekadar geografis. “Saya melihat masyarakat Indonesia sangat tertarik pada isu lingkungan. Mereka ramah, terbuka, dan punya semangat kolektif untuk perubahan,” ujar Sahil. Dia menekankan bahwa degradasi tanah adalah masalah global. “Ini bukan hanya terjadi di India atau Indonesia. Ini terjadi di mana-mana. Jika kita tidak bertindak sekarang, kita tidak akan bisa menanam makanan sehat di masa depan.”
   Semangat Sahil tidak berdiri sendiri. Kepala Biro Manajemen Strategis UGM, Wirastuti Widyatmanti, S.Si., Ph.D, menyatakan bahwa tanah memegang peran penting dalam mitigasi perubahan iklim. “Tanah adalah sumber kehidupan. Ia bukan hanya untuk bertani, tetapi juga sebagai penyimpan karbon dan pengatur emisi gas rumah kaca. Kolaborasi antara UGM dan Save Soil ini menjadi langkah strategis meningkatkan kesadaran global,” tegasnya.

   Dalam suasana acara yang penuh inspirasi, aktris dan aktivis Raline Shah turut memberikan refleksinya. “Kolaborasi ini menyatukan sains, edukasi, dan lingkungan secara kuat. Dengan kesadaran lahir rasa ingin tahu, dan dari sana kita belajar. Kami percaya bahwa selama hidup, kita bisa saling memberi dan memperkaya diri,” ucapnya penuh empati.
   UGM, lewat program Pusat Unggulan Antar Perguruan Tinggi (PUAPT), menaruh perhatian besar pada isu soil security. Program ini menjadi pilar penting dalam penguatan riset, inovasi, dan advokasi berbasis pengelolaan sumber daya tanah yang berkelanjutan. Dalam konteks nasional, degradasi tanah menjadi tantangan serius akibat alih fungsi lahan, intensifikasi pertanian, urbanisasi, serta dampak perubahan iklim. Maka dari itu, pendekatan kolaboratif lintas sektor seperti ini menjadi sangat relevan.
   Kegiatan ini tak hanya menjadi ajang kuliah umum atau diskusi biasa. Ia adalah momentum strategis yang mempertemukan ilmu pengetahuan dan gerakan sosial. Mulai dari pemutaran video profil Sahil, presentasi dari para pakar dan aktivis lingkungan, hingga sesi tanya jawab yang membuka ruang partisipasi publik. Bahkan, acara ini juga memperkenalkan inisiatif “Miracle of Mind”, yang berfokus pada kesadaran dan transformasi individu dalam membangun perubahan lingkungan yang lebih baik.
   Gerakan ini bukan sekadar kampanye satu hari. Sahil menyampaikan bahwa misi besarnya adalah mengajak masyarakat, media, pemimpin politik, dan pelaku bisnis untuk mendukung kebijakan penyelamatan tanah. “Kita bisa mulai dari hal sederhana. Gunakan media sosial untuk bersuara. Kirim surat atau email ke pemimpin negara kita. Kita semua punya kekuatan,” ajaknya.
   Dari Indonesia, Sahil akan melanjutkan perjalanannya ke Singapura, Malaysia, Eropa, Inggris, dan Amerika Serikat. Tapi semangat yang ia tinggalkan di UGM tidak akan ikut pergi. UGM berkomitmen menjadikan kegiatan ini sebagai batu loncatan untuk membangun Center of Excellence for Soil Security, pusat unggulan nasional yang akan mengintegrasikan riset, edukasi, dan advokasi demi keberlanjutan lingkungan dan ketahanan pangan Indonesia.
   Kolaborasi UGM dan Save Soil telah menegaskan bahwa menyelamatkan tanah adalah menyelamatkan masa depan. Ia bukan hanya tanggung jawab petani, akademisi, atau pemerintah, tetapi seluruh umat manusia. Lewat pengetahuan, semangat, dan aksi bersama, tanah bisa kembali subur, air tetap mengalir bersih, dan generasi mendatang bisa hidup sehat dan bermartabat.Â
Credit :Â
Fotografer : Donnie
Tags
Tags
🌱 Menyatukan Langkah Menyelamatkan Tanah: Kolaborasi UGM dan Gerakan Save Soil

   Tanah bukan sekadar pijakan; ia adalah sumber kehidupan, fondasi bagi sistem pangan, air, dan hutan kita. Namun, dalam dekade terakhir, dunia menyaksikan kerusakan tanah yang semakin masif. Di tengah situasi ini, Universitas Gadjah Mada (UGM) dan gerakan global Save Soil menjalin kolaborasi penting yang mempertemukan ilmu pengetahuan, advokasi, dan gerakan sosial dalam satu panggung aksi nyata.
   Gerakan Save Soil, yang dipelopori oleh tokoh spiritual sekaligus aktivis lingkungan dunia, Sadhguru, bertujuan mengatasi krisis degradasi tanah global dengan menekankan pentingnya meningkatkan kandungan bahan organik dalam tanah minimal 3–6%. Inisiatif ini tidak hanya berbicara tentang pertanian, melainkan menyentuh jantung isu ketahanan pangan, kesehatan manusia, dan mitigasi perubahan iklim.
   Sebagai wujud keterlibatannya dalam misi ini, UGM mengambil peran strategis lewat kolaborasi dalam program “Save Soil Movement – Sahil Cycling Across 4 Continents”. Dalam acara yang digelar di kampus UGM pada 13 Juni 2025, atmosfer kampus disulap menjadi ruang interaksi antara akademisi, aktivis, dan masyarakat, bersatu demi satu tujuan: menyelamatkan tanah.
   Sosok sentral dalam kampanye ini adalah Sahil Jha, aktivis muda yang mengayuh sepedanya sejauh lebih dari 20.000 km melintasi empat benua untuk menyuarakan krisis tanah. Ketika tiba di UGM, Sahil yang kini berusia 19 tahun menyampaikan kisahnya yang menggetarkan. “Saya memulai perjalanan ini saat saya masih 16 tahun, karena belum punya SIM motor. Tapi sekarang, walaupun sudah bisa naik motor, saya tetap memilih sepeda. Karena dengan bersepeda, saya bisa lebih menyentuh hati orang-orang dan menginspirasi mereka,” ungkapnya dengan semangat yang membara.
   Indonesia adalah negara keempat dalam perjalanannya setelah India, Australia, dan Selandia Baru. Alasannya memilih Indonesia pun tak sekadar geografis. “Saya melihat masyarakat Indonesia sangat tertarik pada isu lingkungan. Mereka ramah, terbuka, dan punya semangat kolektif untuk perubahan,” ujar Sahil. Dia menekankan bahwa degradasi tanah adalah masalah global. “Ini bukan hanya terjadi di India atau Indonesia. Ini terjadi di mana-mana. Jika kita tidak bertindak sekarang, kita tidak akan bisa menanam makanan sehat di masa depan.”
   Semangat Sahil tidak berdiri sendiri. Kepala Biro Manajemen Strategis UGM, Wirastuti Widyatmanti, S.Si., Ph.D, menyatakan bahwa tanah memegang peran penting dalam mitigasi perubahan iklim. “Tanah adalah sumber kehidupan. Ia bukan hanya untuk bertani, tetapi juga sebagai penyimpan karbon dan pengatur emisi gas rumah kaca. Kolaborasi antara UGM dan Save Soil ini menjadi langkah strategis meningkatkan kesadaran global,” tegasnya.

   Dalam suasana acara yang penuh inspirasi, aktris dan aktivis Raline Shah turut memberikan refleksinya. “Kolaborasi ini menyatukan sains, edukasi, dan lingkungan secara kuat. Dengan kesadaran lahir rasa ingin tahu, dan dari sana kita belajar. Kami percaya bahwa selama hidup, kita bisa saling memberi dan memperkaya diri,” ucapnya penuh empati.
   UGM, lewat program Pusat Unggulan Antar Perguruan Tinggi (PUAPT), menaruh perhatian besar pada isu soil security. Program ini menjadi pilar penting dalam penguatan riset, inovasi, dan advokasi berbasis pengelolaan sumber daya tanah yang berkelanjutan. Dalam konteks nasional, degradasi tanah menjadi tantangan serius akibat alih fungsi lahan, intensifikasi pertanian, urbanisasi, serta dampak perubahan iklim. Maka dari itu, pendekatan kolaboratif lintas sektor seperti ini menjadi sangat relevan.
   Kegiatan ini tak hanya menjadi ajang kuliah umum atau diskusi biasa. Ia adalah momentum strategis yang mempertemukan ilmu pengetahuan dan gerakan sosial. Mulai dari pemutaran video profil Sahil, presentasi dari para pakar dan aktivis lingkungan, hingga sesi tanya jawab yang membuka ruang partisipasi publik. Bahkan, acara ini juga memperkenalkan inisiatif “Miracle of Mind”, yang berfokus pada kesadaran dan transformasi individu dalam membangun perubahan lingkungan yang lebih baik.
   Gerakan ini bukan sekadar kampanye satu hari. Sahil menyampaikan bahwa misi besarnya adalah mengajak masyarakat, media, pemimpin politik, dan pelaku bisnis untuk mendukung kebijakan penyelamatan tanah. “Kita bisa mulai dari hal sederhana. Gunakan media sosial untuk bersuara. Kirim surat atau email ke pemimpin negara kita. Kita semua punya kekuatan,” ajaknya.
   Dari Indonesia, Sahil akan melanjutkan perjalanannya ke Singapura, Malaysia, Eropa, Inggris, dan Amerika Serikat. Tapi semangat yang ia tinggalkan di UGM tidak akan ikut pergi. UGM berkomitmen menjadikan kegiatan ini sebagai batu loncatan untuk membangun Center of Excellence for Soil Security, pusat unggulan nasional yang akan mengintegrasikan riset, edukasi, dan advokasi demi keberlanjutan lingkungan dan ketahanan pangan Indonesia.
   Kolaborasi UGM dan Save Soil telah menegaskan bahwa menyelamatkan tanah adalah menyelamatkan masa depan. Ia bukan hanya tanggung jawab petani, akademisi, atau pemerintah, tetapi seluruh umat manusia. Lewat pengetahuan, semangat, dan aksi bersama, tanah bisa kembali subur, air tetap mengalir bersih, dan generasi mendatang bisa hidup sehat dan bermartabat. Â
Credit :Â
Fotografer : Donnie
Tags
Tags
🌱 Menyatukan Langkah Menyelamatkan Tanah: Kolaborasi UGM dan Gerakan Save Soil

   Tanah bukan sekadar pijakan; ia adalah sumber kehidupan, fondasi bagi sistem pangan, air, dan hutan kita. Namun, dalam dekade terakhir, dunia menyaksikan kerusakan tanah yang semakin masif. Di tengah situasi ini, Universitas Gadjah Mada (UGM) dan gerakan global Save Soil menjalin kolaborasi penting yang mempertemukan ilmu pengetahuan, advokasi, dan gerakan sosial dalam satu panggung aksi nyata.
   Gerakan Save Soil, yang dipelopori oleh tokoh spiritual sekaligus aktivis lingkungan dunia, Sadhguru, bertujuan mengatasi krisis degradasi tanah global dengan menekankan pentingnya meningkatkan kandungan bahan organik dalam tanah minimal 3–6%. Inisiatif ini tidak hanya berbicara tentang pertanian, melainkan menyentuh jantung isu ketahanan pangan, kesehatan manusia, dan mitigasi perubahan iklim.
   Sebagai wujud keterlibatannya dalam misi ini, UGM mengambil peran strategis lewat kolaborasi dalam program “Save Soil Movement – Sahil Cycling Across 4 Continents”. Dalam acara yang digelar di kampus UGM pada 13 Juni 2025, atmosfer kampus disulap menjadi ruang interaksi antara akademisi, aktivis, dan masyarakat, bersatu demi satu tujuan: menyelamatkan tanah.
   Sosok sentral dalam kampanye ini adalah Sahil Jha, aktivis muda yang mengayuh sepedanya sejauh lebih dari 20.000 km melintasi empat benua untuk menyuarakan krisis tanah. Ketika tiba di UGM, Sahil yang kini berusia 19 tahun menyampaikan kisahnya yang menggetarkan. “Saya memulai perjalanan ini saat saya masih 16 tahun, karena belum punya SIM motor. Tapi sekarang, walaupun sudah bisa naik motor, saya tetap memilih sepeda. Karena dengan bersepeda, saya bisa lebih menyentuh hati orang-orang dan menginspirasi mereka,” ungkapnya dengan semangat yang membara.
   Indonesia adalah negara keempat dalam perjalanannya setelah India, Australia, dan Selandia Baru. Alasannya memilih Indonesia pun tak sekadar geografis. “Saya melihat masyarakat Indonesia sangat tertarik pada isu lingkungan. Mereka ramah, terbuka, dan punya semangat kolektif untuk perubahan,” ujar Sahil. Dia menekankan bahwa degradasi tanah adalah masalah global. “Ini bukan hanya terjadi di India atau Indonesia. Ini terjadi di mana-mana. Jika kita tidak bertindak sekarang, kita tidak akan bisa menanam makanan sehat di masa depan.”
   Semangat Sahil tidak berdiri sendiri. Kepala Biro Manajemen Strategis UGM, Wirastuti Widyatmanti, S.Si., Ph.D, menyatakan bahwa tanah memegang peran penting dalam mitigasi perubahan iklim. “Tanah adalah sumber kehidupan. Ia bukan hanya untuk bertani, tetapi juga sebagai penyimpan karbon dan pengatur emisi gas rumah kaca. Kolaborasi antara UGM dan Save Soil ini menjadi langkah strategis meningkatkan kesadaran global,” tegasnya.

   Dalam suasana acara yang penuh inspirasi, aktris dan aktivis Raline Shah turut memberikan refleksinya. “Kolaborasi ini menyatukan sains, edukasi, dan lingkungan secara kuat. Dengan kesadaran lahir rasa ingin tahu, dan dari sana kita belajar. Kami percaya bahwa selama hidup, kita bisa saling memberi dan memperkaya diri,” ucapnya penuh empati.
   UGM, lewat program Pusat Unggulan Antar Perguruan Tinggi (PUAPT), menaruh perhatian besar pada isu soil security. Program ini menjadi pilar penting dalam penguatan riset, inovasi, dan advokasi berbasis pengelolaan sumber daya tanah yang berkelanjutan. Dalam konteks nasional, degradasi tanah menjadi tantangan serius akibat alih fungsi lahan, intensifikasi pertanian, urbanisasi, serta dampak perubahan iklim. Maka dari itu, pendekatan kolaboratif lintas sektor seperti ini menjadi sangat relevan.
   Kegiatan ini tak hanya menjadi ajang kuliah umum atau diskusi biasa. Ia adalah momentum strategis yang mempertemukan ilmu pengetahuan dan gerakan sosial. Mulai dari pemutaran video profil Sahil, presentasi dari para pakar dan aktivis lingkungan, hingga sesi tanya jawab yang membuka ruang partisipasi publik. Bahkan, acara ini juga memperkenalkan inisiatif “Miracle of Mind”, yang berfokus pada kesadaran dan transformasi individu dalam membangun perubahan lingkungan yang lebih baik.
   Gerakan ini bukan sekadar kampanye satu hari. Sahil menyampaikan bahwa misi besarnya adalah mengajak masyarakat, media, pemimpin politik, dan pelaku bisnis untuk mendukung kebijakan penyelamatan tanah. “Kita bisa mulai dari hal sederhana. Gunakan media sosial untuk bersuara. Kirim surat atau email ke pemimpin negara kita. Kita semua punya kekuatan,” ajaknya.
   Dari Indonesia, Sahil akan melanjutkan perjalanannya ke Singapura, Malaysia, Eropa, Inggris, dan Amerika Serikat. Tapi semangat yang ia tinggalkan di UGM tidak akan ikut pergi. UGM berkomitmen menjadikan kegiatan ini sebagai batu loncatan untuk membangun Center of Excellence for Soil Security, pusat unggulan nasional yang akan mengintegrasikan riset, edukasi, dan advokasi demi keberlanjutan lingkungan dan ketahanan pangan Indonesia.
   Kolaborasi UGM dan Save Soil telah menegaskan bahwa menyelamatkan tanah adalah menyelamatkan masa depan. Ia bukan hanya tanggung jawab petani, akademisi, atau pemerintah, tetapi seluruh umat manusia. Lewat pengetahuan, semangat, dan aksi bersama, tanah bisa kembali subur, air tetap mengalir bersih, dan generasi mendatang bisa hidup sehat dan bermartabat. Â
Credit :Â
Fotografer : Donnie
Tags
Tags

2025 GIK UGM All rights reserved

2025 GIK UGM All rights reserved