Chapter Jogja 2025 | Babak Baru “Lebaran Seni” yang Menghubungkan Komunitas, Akademisi, dan Pasar Seni

Yogyakarta, 16 Juni 2025 — Jogja kembali merayakan seni dengan wajah baru melalui penyelenggaraan perdana Chapter Jogja, sebuah Unique Art Fair yang menghidupkan kembali semangat Jogja Art Fair (JAF) yang pertama kali hadir pada 2008. Inisiatif ini muncul bukan sekadar sebagai peristiwa pengulangan masa lalu, tetapi sebagai ruang inovatif yang membuka kemungkinan baru dalam lanskap seni rupa kontemporer Indonesia. JAF pada awalnya digagas sebagai platform art market berbasis seniman, yang kemudian mengalami transformasi menjadi ARTJOG sejak 2010, dengan pendekatan konseptual dan artistik yang kuat. Chapter Jogja 2025 kini hadir sebagai kelanjutan perjalanan tersebut—sebuah babak baru yang tidak hanya merespons semangat lama, tapi juga menjawab kebutuhan dan tantangan ekosistem seni masa kini.

Bekerja sama dengan Gelanggang Inovasi dan Kreativitas (GIK) UGM, Chapter Jogja mengusung semangat kolaboratif antara seniman, akademisi, dan galeri seni dalam menciptakan ruang yang lebih inklusif, terstruktur, dan berkelanjutan. “Chapter dimaknai sebagai babak, dan dalam konteks ini, Jogja bukan sekadar latar tempat, tapi menjadi narasi itu sendiri—kota dengan jejak kultural panjang yang membentuk ekosistem seni progresif di Indonesia. Melalui Chapter Jogja, kami ingin membuka ruang baru: tidak hanya sebagai art fair yang berfokus pada art market, tapi sebagai ‘hub’ dialog antara seniman, akademisi, pasar, dan publik. Inilah cara kami merawat kontinuitas sambil merespons kebutuhan masa kini.” jelas Ignatia Nilu, Direktur Artistik Chapter Jogja.

Kolaborasi dengan GIK UGM mempertegas arah transformasi ini. Sebagai simpul inovasi lintas bidang, GIK menawarkan fasilitas dan atmosfer yang mendukung pertemuan berbagai pemangku kepentingan di bidang seni, teknologi, dan pendidikan. “Harapan besar kami adalah agar GIK bisa menjadi ruang produktif dan rekreatif bagi pelaku seni dan kreatif, tempat kita merayakan ‘Lebaran Seni Jogja’ setiap tahun, bukan sekadar pameran, tapi peristiwa bersama yang melibatkan seniman, UKM, akademisi, dan masyarakat. Di Jogja, seni, teknologi, dan pendidikan saling bertaut—karena itulah kolaborasi dengan Jogja Art Fair terasa sangat tepat. Ini bukan hanya soal jual beli karya, tapi bagaimana kita membangun ekosistem seni yang berkelanjutan, menyatukan gagasan, inovasi, dan semangat kolektif yang selama ini menjadi kekuatan Jogja.” ujar Aji Wartono, Head of Programme Experience GIK UGM.
Chapter Jogja X GIK UGM akan berlangsung pada 20–29 Juni 2025, bersamaan dengan pembukaan ARTJOG di Jogja National Museum sebagai bagian dari rangkaian Lebaran Seni Rupa. Tujuh partisipan dari berbagai kota turut ambil bagian dalam edisi perdana ini: Komunitas Seni Sakato, Sanggar Dewata Indonesia, dan Ruang MES 56 dari Yogyakarta; Nadi Gallery dari Jakarta; ArtSociates dari Bandung; Nonfrasa Gallery dari Ubud, Bali; serta UOB Painting of The Year Art Gallery sebagai institusi nasional. Keikutsertaan mereka menunjukkan keragaman pendekatan artistik dan keberagaman latar belakang pelaku seni yang berpartisipasi dalam membangun lanskap seni kontemporer.
Tak hanya menjadi ruang pameran, Chapter Jogja juga menghadirkan Studio Arte, sebuah studio konservasi seni yang membuka ruang edukasi publik tentang pentingnya pelestarian karya seni, mulai dari lukisan, fotografi hingga karya tiga dimensi. Program ini ditujukan untuk mengedukasi seniman muda, kolektor, dan masyarakat umum agar lebih memahami aspek teknis dan historis dalam merawat karya seni. Sementara itu, sesi Community Talks akan menjadi ajang diskusi terbuka antara komunitas seni seperti Sakato, SDI, dan MES 56. Diskusi ini akan mengupas bagaimana kolektivitas, praktik komunitas, dan narasi lokal memberi kontribusi nyata terhadap wacana seni kontemporer di Indonesia. Dalam konteks ini, Chapter Jogja memperkuat peran komunitas sebagai penggerak utama yang mendekatkan seni pada kehidupan publik secara langsung.

Yogyakarta sendiri sejak lama dikenal sebagai pusat perkembangan seni rupa di Indonesia. Sejak berdirinya ASRI (Akademi Seni Rupa Indonesia) pada 1950-an, kota ini telah melahirkan seniman-seniman penting dan menciptakan tonggak estetika yang signifikan. Namun begitu, kesenjangan antara produksi karya dan akses terhadap pasar seni masih menjadi tantangan utama. “Yogyakarta memiliki ribuan seniman, dari pelajar hingga maestro, dari komunitas hingga institusi. Tapi satu hal yang masih sering luput adalah jembatan antara karya dan apresiasi yang lebih luas. Chapter Jogja kami hadirkan bukan untuk menggantikan apapun yang telah ada, tapi untuk memperkuat apa yang belum sempat terstruktur. Ia adalah babak awal dari upaya membangun ekosistem seni yang berkelanjutan, sehat, dan terhubung secara lebih luas.” tegas Heri Pemad, Founder sekaligus Fair Director Chapter Jogja.
Dengan struktur yang lebih terbuka, program edukatif, serta kolaborasi lintas sektor, Chapter Jogja menjadi ruang strategis yang berupaya membangun jembatan antara karya dan apresiasi, antara seniman dan publik, antara wacana dan pasar. Ini bukan sekadar art fair, melainkan gerakan budaya yang membuka percakapan dan partisipasi yang lebih luas dalam seni.
Tags
Tags
Chapter Jogja 2025 | Babak Baru “Lebaran Seni” yang Menghubungkan Komunitas, Akademisi, dan Pasar Seni

Yogyakarta, 16 Juni 2025 — Jogja kembali merayakan seni dengan wajah baru melalui penyelenggaraan perdana Chapter Jogja, sebuah Unique Art Fair yang menghidupkan kembali semangat Jogja Art Fair (JAF) yang pertama kali hadir pada 2008. Inisiatif ini muncul bukan sekadar sebagai peristiwa pengulangan masa lalu, tetapi sebagai ruang inovatif yang membuka kemungkinan baru dalam lanskap seni rupa kontemporer Indonesia. JAF pada awalnya digagas sebagai platform art market berbasis seniman, yang kemudian mengalami transformasi menjadi ARTJOG sejak 2010, dengan pendekatan konseptual dan artistik yang kuat. Chapter Jogja 2025 kini hadir sebagai kelanjutan perjalanan tersebut—sebuah babak baru yang tidak hanya merespons semangat lama, tapi juga menjawab kebutuhan dan tantangan ekosistem seni masa kini.

Bekerja sama dengan Gelanggang Inovasi dan Kreativitas (GIK) UGM, Chapter Jogja mengusung semangat kolaboratif antara seniman, akademisi, dan galeri seni dalam menciptakan ruang yang lebih inklusif, terstruktur, dan berkelanjutan. “Chapter dimaknai sebagai babak, dan dalam konteks ini, Jogja bukan sekadar latar tempat, tapi menjadi narasi itu sendiri—kota dengan jejak kultural panjang yang membentuk ekosistem seni progresif di Indonesia. Melalui Chapter Jogja, kami ingin membuka ruang baru: tidak hanya sebagai art fair yang berfokus pada art market, tapi sebagai ‘hub’ dialog antara seniman, akademisi, pasar, dan publik. Inilah cara kami merawat kontinuitas sambil merespons kebutuhan masa kini.” jelas Ignatia Nilu, Direktur Artistik Chapter Jogja.

Kolaborasi dengan GIK UGM mempertegas arah transformasi ini. Sebagai simpul inovasi lintas bidang, GIK menawarkan fasilitas dan atmosfer yang mendukung pertemuan berbagai pemangku kepentingan di bidang seni, teknologi, dan pendidikan. “Harapan besar kami adalah agar GIK bisa menjadi ruang produktif dan rekreatif bagi pelaku seni dan kreatif, tempat kita merayakan ‘Lebaran Seni Jogja’ setiap tahun, bukan sekadar pameran, tapi peristiwa bersama yang melibatkan seniman, UKM, akademisi, dan masyarakat. Di Jogja, seni, teknologi, dan pendidikan saling bertaut—karena itulah kolaborasi dengan Jogja Art Fair terasa sangat tepat. Ini bukan hanya soal jual beli karya, tapi bagaimana kita membangun ekosistem seni yang berkelanjutan, menyatukan gagasan, inovasi, dan semangat kolektif yang selama ini menjadi kekuatan Jogja.” ujar Aji Wartono, Head of Programme Experience GIK UGM.
Chapter Jogja X GIK UGM akan berlangsung pada 20–29 Juni 2025, bersamaan dengan pembukaan ARTJOG di Jogja National Museum sebagai bagian dari rangkaian Lebaran Seni Rupa. Tujuh partisipan dari berbagai kota turut ambil bagian dalam edisi perdana ini: Komunitas Seni Sakato, Sanggar Dewata Indonesia, dan Ruang MES 56 dari Yogyakarta; Nadi Gallery dari Jakarta; ArtSociates dari Bandung; Nonfrasa Gallery dari Ubud, Bali; serta UOB Painting of The Year Art Gallery sebagai institusi nasional. Keikutsertaan mereka menunjukkan keragaman pendekatan artistik dan keberagaman latar belakang pelaku seni yang berpartisipasi dalam membangun lanskap seni kontemporer.
Tak hanya menjadi ruang pameran, Chapter Jogja juga menghadirkan Studio Arte, sebuah studio konservasi seni yang membuka ruang edukasi publik tentang pentingnya pelestarian karya seni, mulai dari lukisan, fotografi hingga karya tiga dimensi. Program ini ditujukan untuk mengedukasi seniman muda, kolektor, dan masyarakat umum agar lebih memahami aspek teknis dan historis dalam merawat karya seni.
Sementara itu, sesi Community Talks akan menjadi ajang diskusi terbuka antara komunitas seni seperti Sakato, SDI, dan MES 56. Diskusi ini akan mengupas bagaimana kolektivitas, praktik komunitas, dan narasi lokal memberi kontribusi nyata terhadap wacana seni kontemporer di Indonesia. Dalam konteks ini, Chapter Jogja memperkuat peran komunitas sebagai penggerak utama yang mendekatkan seni pada kehidupan publik secara langsung.

Yogyakarta sendiri sejak lama dikenal sebagai pusat perkembangan seni rupa di Indonesia. Sejak berdirinya ASRI (Akademi Seni Rupa Indonesia) pada 1950-an, kota ini telah melahirkan seniman-seniman penting dan menciptakan tonggak estetika yang signifikan. Namun begitu, kesenjangan antara produksi karya dan akses terhadap pasar seni masih menjadi tantangan utama. “Yogyakarta memiliki ribuan seniman, dari pelajar hingga maestro, dari komunitas hingga institusi. Tapi satu hal yang masih sering luput adalah jembatan antara karya dan apresiasi yang lebih luas. Chapter Jogja kami hadirkan bukan untuk menggantikan apapun yang telah ada, tapi untuk memperkuat apa yang belum sempat terstruktur. Ia adalah babak awal dari upaya membangun ekosistem seni yang berkelanjutan, sehat, dan terhubung secara lebih luas,” tegas Heri Pemad, Founder sekaligus Fair Director Chapter Jogja.
Dengan struktur yang lebih terbuka, program edukatif, serta kolaborasi lintas sektor, Chapter Jogja menjadi ruang strategis yang berupaya membangun jembatan antara karya dan apresiasi, antara seniman dan publik, antara wacana dan pasar. Ini bukan sekadar art fair, melainkan gerakan budaya yang membuka percakapan dan partisipasi yang lebih luas dalam seni.
Tags
Tags
Chapter Jogja 2025 | Babak Baru “Lebaran Seni” yang Menghubungkan Komunitas, Akademisi, dan Pasar Seni

Yogyakarta, 16 Juni 2025 — Jogja kembali merayakan seni dengan wajah baru melalui penyelenggaraan perdana Chapter Jogja, sebuah Unique Art Fair yang menghidupkan kembali semangat Jogja Art Fair (JAF) yang pertama kali hadir pada 2008. Inisiatif ini muncul bukan sekadar sebagai peristiwa pengulangan masa lalu, tetapi sebagai ruang inovatif yang membuka kemungkinan baru dalam lanskap seni rupa kontemporer Indonesia. JAF pada awalnya digagas sebagai platform art market berbasis seniman, yang kemudian mengalami transformasi menjadi ARTJOG sejak 2010, dengan pendekatan konseptual dan artistik yang kuat. Chapter Jogja 2025 kini hadir sebagai kelanjutan perjalanan tersebut—sebuah babak baru yang tidak hanya merespons semangat lama, tapi juga menjawab kebutuhan dan tantangan ekosistem seni masa kini.

Bekerja sama dengan Gelanggang Inovasi dan Kreativitas (GIK) UGM, Chapter Jogja mengusung semangat kolaboratif antara seniman, akademisi, dan galeri seni dalam menciptakan ruang yang lebih inklusif, terstruktur, dan berkelanjutan. “Chapter dimaknai sebagai babak, dan dalam konteks ini, Jogja bukan sekadar latar tempat, tapi menjadi narasi itu sendiri—kota dengan jejak kultural panjang yang membentuk ekosistem seni progresif di Indonesia. Melalui Chapter Jogja, kami ingin membuka ruang baru: tidak hanya sebagai art fair yang berfokus pada art market, tapi sebagai ‘hub’ dialog antara seniman, akademisi, pasar, dan publik. Inilah cara kami merawat kontinuitas sambil merespons kebutuhan masa kini.” jelas Ignatia Nilu, Direktur Artistik Chapter Jogja.

Kolaborasi dengan GIK UGM mempertegas arah transformasi ini. Sebagai simpul inovasi lintas bidang, GIK menawarkan fasilitas dan atmosfer yang mendukung pertemuan berbagai pemangku kepentingan di bidang seni, teknologi, dan pendidikan. “Harapan besar kami adalah agar GIK bisa menjadi ruang produktif dan rekreatif bagi pelaku seni dan kreatif, tempat kita merayakan ‘Lebaran Seni Jogja’ setiap tahun, bukan sekadar pameran, tapi peristiwa bersama yang melibatkan seniman, UKM, akademisi, dan masyarakat. Di Jogja, seni, teknologi, dan pendidikan saling bertaut—karena itulah kolaborasi dengan Jogja Art Fair terasa sangat tepat. Ini bukan hanya soal jual beli karya, tapi bagaimana kita membangun ekosistem seni yang berkelanjutan, menyatukan gagasan, inovasi, dan semangat kolektif yang selama ini menjadi kekuatan Jogja.” ujar Aji Wartono, Head of Programme Experience GIK UGM.
Chapter Jogja X GIK UGM akan berlangsung pada 20–29 Juni 2025, bersamaan dengan pembukaan ARTJOG di Jogja National Museum sebagai bagian dari rangkaian Lebaran Seni Rupa. Tujuh partisipan dari berbagai kota turut ambil bagian dalam edisi perdana ini: Komunitas Seni Sakato, Sanggar Dewata Indonesia, dan Ruang MES 56 dari Yogyakarta; Nadi Gallery dari Jakarta; ArtSociates dari Bandung; Nonfrasa Gallery dari Ubud, Bali; serta UOB Painting of The Year Art Gallery sebagai institusi nasional. Keikutsertaan mereka menunjukkan keragaman pendekatan artistik dan keberagaman latar belakang pelaku seni yang berpartisipasi dalam membangun lanskap seni kontemporer.
Tak hanya menjadi ruang pameran, Chapter Jogja juga menghadirkan Studio Arte, sebuah studio konservasi seni yang membuka ruang edukasi publik tentang pentingnya pelestarian karya seni, mulai dari lukisan, fotografi hingga karya tiga dimensi. Program ini ditujukan untuk mengedukasi seniman muda, kolektor, dan masyarakat umum agar lebih memahami aspek teknis dan historis dalam merawat karya seni.
Sementara itu, sesi Community Talks akan menjadi ajang diskusi terbuka antara komunitas seni seperti Sakato, SDI, dan MES 56. Diskusi ini akan mengupas bagaimana kolektivitas, praktik komunitas, dan narasi lokal memberi kontribusi nyata terhadap wacana seni kontemporer di Indonesia. Dalam konteks ini, Chapter Jogja memperkuat peran komunitas sebagai penggerak utama yang mendekatkan seni pada kehidupan publik secara langsung.

Yogyakarta sendiri sejak lama dikenal sebagai pusat perkembangan seni rupa di Indonesia. Sejak berdirinya ASRI (Akademi Seni Rupa Indonesia) pada 1950-an, kota ini telah melahirkan seniman-seniman penting dan menciptakan tonggak estetika yang signifikan. Namun begitu, kesenjangan antara produksi karya dan akses terhadap pasar seni masih menjadi tantangan utama. “Yogyakarta memiliki ribuan seniman, dari pelajar hingga maestro, dari komunitas hingga institusi. Tapi satu hal yang masih sering luput adalah jembatan antara karya dan apresiasi yang lebih luas. Chapter Jogja kami hadirkan bukan untuk menggantikan apapun yang telah ada, tapi untuk memperkuat apa yang belum sempat terstruktur. Ia adalah babak awal dari upaya membangun ekosistem seni yang berkelanjutan, sehat, dan terhubung secara lebih luas.” tegas Heri Pemad, Founder sekaligus Fair Director Chapter Jogja.
Dengan struktur yang lebih terbuka, program edukatif, serta kolaborasi lintas sektor, Chapter Jogja menjadi ruang strategis yang berupaya membangun jembatan antara karya dan apresiasi, antara seniman dan publik, antara wacana dan pasar. Ini bukan sekadar art fair, melainkan gerakan budaya yang membuka percakapan dan partisipasi yang lebih luas dalam seni.
Tags
Tags

2025 GIK UGM All rights reserved

2025 GIK UGM All rights reserved